Ini adalah sebuah karya perdana yang aku tulis. Cerpen ini menceritakan tentang seorang mahasiswi yang polos dan mudah ditipu. Kisah ini diambil dari kisah nyata seorang mahasiswi dengan keterangan yang telah ada di cerpen ini. semoga menjadi awal yang baik agar saya dapt menulis kembali. Selamat membaca !! :)))
KEPOLOSAN dan PENIPUAN
Apa yang ku alami mungkin telah banyak orang lain alami. Aku seorang mahasiswi di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang fakultas Sastra semester 7. Aku tinggal di asrama Universitas yang cukup sulit untuk dapat masuk ke asrama itu.
Aku memiliki seorang teman yang bisa disebut sahabatku bernama Shanti, Shanti memiliki seorang pacar bernama Wawan, dan Wawan memiliki seorang teman bernama Widodo. Aku pun berkenalan dengan Widodo dan dimulailah kisahku.
Saat ini, masih pertengahan tahun 2010, aku berkenlan dengan seorang pria yang katanya adalah seorang keturunan Keraton Jogjakarta. Seorang mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia dan bekerja di Perusahaan Mercedes Benz. Setelah bertahun-tahun dekat dengannya aku merasa ada yang lain yang kurasa. Ada kalanya aku sangat berharap adanya pesan darinya, Widodo. Tapi sejauh ini aku belum pernah bertemu dengannya, sekalipun. Aku pun hanya dapat melihatnya dari sebuah foto yang ada di handphone-ku.
Hingga pada suatu ketika,tanggal 1 Januari 2012 aku mendengar berita bahwa Widodo telah megalami kecelakaan di Tol Jagorawi Jakarta. Dan yang paling mengejutkan tidak ada satu keluarganya pun yang mengurusnya. Dia pun meminjam uang dariku sekitar tiga juta rupiah untuk biaya rumah sakit.
Selama sebulan setelah Widodo kecelakaan dia tidak pernah bisa dihubungi. Karena aku merasa khawatir dengan orang yang aku anggap paling dekat denganku dan karena aku sedang libur kuliah, aku pun pergi ke Jakarta untuk mencarinya. Aku menginap di rumah saudaraku di Jakarta. Keesokkan harinya, aku mencari alamat rumah Widodo di Bekasi. Tapi setelah berkeliling kota Bekasi, aku tidak menemukan alamat rumahnya. Dan aku memutuskan untuk ke fakultas kedokteran UI, tapi ternyata tidak menemukan namanya di daftar mahasiswa. Aku hanya berfikir apa selama ini dia berbohong padaku ? apa aku yang terlalu polos dan mudah dibohongi ? Karena di Jakarta aku tidak menemukannya, aku pun pergi ke rumah saudaraku di Semarang.
Aku menceritakan semua kepada saudara-saudaraku. Aku menginap di rumah Nanang karena ibuku menyuruhnya untuk menjagaku. Aku berkeliling di Semarang dan Ungaran, aku juga menginap dirumah Meme dan Tante Heni. Hari-hariku diisi dengan segudang pikiran tentang Widodo, tapi saudara-saudaraku selalu memberiku nasehat. Memang aku tidak pernah bercerita kepada ibuku tentang Widodo yang meminjam aku uang. Bukan karena takut, tapi aku lebih tidak suka bila dibilang seperti anak kecil. Aku mahasiswi semester 7 dan masih dibilang seperti anak kecil. Hal ini membuatku sakit hati berkepanjangan, lebih sakit dari Widodo yang telah banyak berbohong kepadaku. Aku pun bertanya-tanya apa dia benar-benar keturunan Keraton ?
Aku tidak ingin berfikir buruk tentang Widodo sebelum aku bertemu langsung dengannya. Hingga suatu ketika, handphone-ku berbunyi dan kudapati ada sebuah pesan dari Widodo “Aku bakal ngembaliin uang kamu di Malang tanggal 7 Februari dan kita akan bertemu.”. Aku yang membaca pesan itupun senang, senang karena akan bertemu dengannya bekan karena uangku akan dikembalikan. Dan hari ini tanggal 6 februari, aku menuju ke Malang dengan hati yang senang, tidak sabar untuk bertemu dengan Widodo.
Dan esok harinya 7 Februari, aku telah berdandan cantik dan siap untuk bertemu dengannya. Sebelumya Widodo telah mengatakan akan bertemu di Pantai Balekambang Bantur Malang jam 16.00 WIB. Dan sekarang pun sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, aku pun segera menuju pantai tersebut. Setelah menunggu berjam-jam tidak tampak seseorang yang mengenakan kemeja putih yang ia pakai. Dalam pikiranku sudah muncul hal-hal yang buruk tentang Widodo, apa dia hanya bermain-main denganku ? apa dia belum puas membuatku mencarinya selama satu bulan ? apa itu semua belum cukup ? apa yang harus kulakukan sekarang ? dan setelah menunggu sampai pukul 22.00 aku pun memutuskan untuk pulang dan tidak akan pernah percaya padanya lagi.
Sepanjang perjalanan menuju rumahku di daerah Lamongan, aku teryus meratapi nasib yang ku alami setelah mengenal Widodo. Semua begitu menyakitkan. Kenapa aku tidak mendengarkan saudar-saudaraku yang selalu bulang kalu dia adalah seorang penipu ? apa aku terlalu mudah percaya kepada seseorang ? atau apa aku yang selalu tidak mau kalau dipandang mudah di hasut ? kenapa aku selalu membelanya didepan saudar-saudaraku ?
Tapi hanya ada satu yang benar-benar ku pikirkan, biarkan dan ikhlaskan saja dia karena “hidup itu seperti gema, apa yang kamu teriakkan itu adalah apa yang kamu dengar”.
Semenjak saat itu, aku sudah tidak pernah mendapat kabar tentang Widodo lagi, dan aku pun hidup seperti dulu ketika aku tidak mengenalnya.
Mungkin kalian bertanya-tanya siapa tokoh aku dalam cerpen ini. Tapi, demi menjaga privasi seseorang maka saya tidak menyertakan nama. Terima Kasiih :)))